GENDERPUN TAK DAPAT DIHINDARI

Malam beranjak pergi dan pagipun datang. Tak terasa kini sudah memasuki tahun ke 2013. 134 tahun sejak kelahiran RA Kartini, dan 109 tahun sejak ia meninggal. Tapi masih tetap sama. Tak ada yang berbeda. Gender masih diperhitungkan di setiap kalangan. Mungkin dulu sang penulis "Habis Gelap Terbitlah Terang" tersebut mempertahankan pendidikan bagi para wanita. Dan kenyataannya para wanita zaman sekarang sudah banyak yang berpendidikan tinggi setinggi pendidikan yang dikecap pria. Tanpa sadar saat seorang wanita mengenanyam pendidikan yang setara dengan pria malah justru dunia pekerjaan tidak mengubrisnya sama sekali karena status "gender". Apakah ini yang diinginkan dari seorang Kartini?
Ini zaman modernisasi,... Dan apa bedanya, dalam dunia istiadatpun wanita masih tidak ada harganya. Mereka diperhitungkan hanya untuk kehidupan dapur semata. Tak telak banyak wanita yang berontak dan memilih keluar dari sistem adat yang dianutnya. Kedaan ini yang membuat hilangnya suatu kebudayaan. Wanita dianggap tidak dapat menjadi penerus garis keturunan. Dan bilamana dalam suatu keluarga yang lahir keseluruhan wanita tak dapat disangkal bahwa keluarga tersebut akan dikucilkan. Haruskah adat istiadat yang menjadi problematika "gender" bagi perjuangan sang Kartini kini? Ataukah sistem adat itu harus dibuang?
Tahun-tahun perjuangan Kartinipun semakin memudar seiring dengan penganiayaan dan pelecehan terhadap wanita yang kian meningkat. Ini terjadi tak hanya pada anak kecil namun pada remaja, dewasa dan orang tua.
Seseorang dikandung oleh wanita, 9 bulan tanpa ada kata lelah. 9 bulan dengan taruhan nyawa. Ketika si jabang bayi muncul ke dunia si wanita hanyalah tinggal wanita. Malah masih segar dalam pikiran istilah "kalau sukses anak bapak kalau buruk anak ibu". Inikah upah dari taruhan nyawa tersebut? Dapatkah pemakaian istilah itu disebut sebagai si Mardan? Atau harus di hapus dari kebiasaan kita?
Tahun tahun Kartini masih sama saja. Gender masih tak dapat dihilangkan. Wanita masih tetap di bawah pria. Perjuangan Kartini sekan tiada arti. Terang yang diciptakannya kian memudar. Berharap terang itu tidak menjadi gelap kembali.
MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR
ALUMNUS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Komentar

Postingan Populer